Total Pageviews

Monday, April 18, 2016

MAKALAH PERLINDUNGAN KONSUMEN ,ANTIMONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perlindungan konsumen adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk barang atau jasa yang dibeli. Namun dalam kenyataannya saat ini konsumen seakan-akan dianak tirikan oleh para produsen. Dalam beberapa kasus banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen dalam tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan bahkan  jiwa dari para konsumen. Beberapa contohnya adalah : Makanan kadaluarsa yang kini banyak beredar berupa parcel dan produk-produk kadaluarsa pada dasarnya sangat berbahaya karena berpotensi ditumbuhi jamur dan bakteriyang akhirnya bisa menyebabkan keracunan.

Didalam dunia bisnis dan usaha ,Persaingan juga harus dipandang sebagai hal yang positif dan sangat esensial dalam dunia usaha.Dengan persaingan, para pelaku usaha akan berlomba-lomba untuk terus menerus memperbaiki produk dan melakukan inovasi atas produk yang dihasilkan untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggan. Dari sisi konsumen, mereka akan mempunyai pilihan dalam membeli produk dengan harga murah dan kualitas terbaik.
Seiring dengan berjalannya usaha para pelaku usaha mungkin lupa bagaimana bersaing dengan sehat sehingga muncullah persaingan-persaingan yang tidak sehat dan pada akhirnya timbul praktek monopoli.

Dengan adanya pratek monopoli pada suatu bidang tertentu, berarti terbuka kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan kantong sendiri. Disini monopoli diartikan sebagai kekuasaan menentukan harga, kualitas dan kuantitas produk yang ditawarkan kepada masyarakat. Masyarakat tidak pernah diberi kesempatan untuk menentukan pilihan, baik mengenai harga, mutu maupun jumlah. Kalau mau silakan dan kalau tidak mau tidak ada pilihan lain. Itulah citra kurang baik yang ditimbulkan oleh keserakahan pihak tertentu yang memonopoli suatu bidang.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian dan azas perlindungan konsumen
2.      Hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha
3.      Pengertian antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat
4.      Asas dan tujuan antimonopoli dan persaingan tidak sehat
C.     Tujuan
1.      Mengetahui arti dan azas perlindungan konsumen
2.      Mengetahui hak dan kewajiban konsumen dan pelaku konsumen
3.      Mengetahui tentang antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat
4.      Mengetahui azas dan tujuan antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat





























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan azas perlindungan konsumen

Perlindungan konsumen yaitu Perlindungan konsumen adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk barang atau jasa yang dibeli. Pada hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia yakni Pertama, Undang-Undang Dasar 1945,sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa.Pembangunan dan perkembangan perekonomian serta pengaruh globalisasi dan kemajuanteknologi telah membawa pengaruh kepada setiap aspek kehidupan manusia, khususnya di bidang perindustian dan perdagangan yang menghasilkan barang jasa dalam pemenuhankebutuhan hidup. Kondisi tersebut membawa keuntungan bagi pelaku usaha khususnyakonsumen karena semakin terbuka peluang untuk mendapatkan barang atau jasa dengan hargayang kompetitif. Namun di sisi lain ternyata juga menimbulkan pengaruh negative karena mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesarbesarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.

Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen ini sudah cukup representatif apabila telah dipahami oleh semua pihak, karena di dalamnya juga memuat jaminan adanya kepastian hukum bagi konsumen, meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen, meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif  pemakaian barang dan/atau jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Kemudian di dalam UU Perlindungan Konsumen pun, diatur tentang pelarangan bagi pelaku usaha yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.Semakin terbukanya pasar sebagai akibat dari proses mekanisme pasar yang berkembang adalah hal yang tak dapat dielakkan.

Berdasarkan pasal 2 UU No 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa azas Perlindungan Konsumen adalah:
·         Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
·         Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
·         Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelakuusaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
·         Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dankeselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
·         Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen.Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan untuk menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pendidikan dan pembinaan konsumen. Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usahayang pada prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.

B.     Hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha

Hak-hak konsumen telah diatur secara jelas dalam UU Nomor 8 Tahun 1999, Namun, memang pada realitanya, terkadang konsumen seringkali berada pada posisi yang kurang menguntungkan dan daya tawarnya lemah. Ini karena mereka belum memahami hak-hak merekadan terkadang sudah menganggap itu persoalan biasa saja. Untuk itu mesti di bangun gerakansecara massif antar elemen masyarakat yang care terhadap advokasi kepentingan konsumen sehingga hak-hak konsumen dapat diperjuangkan. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen,

Hak-hak Konsumen adalah :
·         Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
·         Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebutsesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
·         Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
·         Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
·         Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
·         Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
·         Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
·         Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasayang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
·         Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Untuk itu, konsumen pun perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian,kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya. Sosialisasi perlindungan konsumen mesti di lakukan terutama untuk strata sosial menengah ke bawah, dengan asumsi bahwa untuk konsumen dari strata menengah ke bawah inilah yang lebih rentan terhadap masalah-masalah yang memerlukan perlindungan konsumen akibat ketidak pahaman mereka. Keberpihakan kepada konsumen dimaksudkan untuk meningkatkan sikap peduli yang tinggi terhadap konsumen (wise consumerism).
Untuk peningkatan kesadaran dan kewaspadaan konsumen, konsumen juga memiliki kewajiban.

Kewajiban konsumen :
·         Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
·         Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
·         Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
·         Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas. Pelaksanaan Undang-undang Perlindungan konsumen tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.
Oleh karena itu, dalam menjalankan usahanya pelaku usaha juga mempunyai beberapa hak dan kewajiban seperti berikut,

Hak pelaku usaha adalah :
·         Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dannilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
·         Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
·         Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
·         Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
·         Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang undangan lainnya.
Kewajiban pelaku usaha adalah :
·         Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
·         Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
·         Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
·         Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
·         Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
·         Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; member kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

C.     Pengertian antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat

“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.

Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.

Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.

D.    Azas dan tujuan antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat

Ø  Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Ø  Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

1.      Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoli dan persaingan usaha
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya
.
2.      Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk seb
agai berikut :
1.      Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
2.      Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
·         Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;
·         Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;
·         Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;
·         Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
3.      Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4.      Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
5.      Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
6.       Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
7.       Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
8.      Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9.       Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
10.  Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

3.      Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha

Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49
.

Pasal 48

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

Pasal 49

Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:

a.
 pencabutan izin usaha; atau
b.  larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.

Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.









BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen ini sudah cukup representatif apabila telah dipahami oleh semua pihak, karena di dalamnya juga memuat jaminan adanya kepastian hukum bagi konsumen, meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen, meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif  pemakaian barang dan/atau jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Factor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen.

Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undang Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.






Daftar pustaka

Rohmatin,isna. 2014.Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha.diakses 28/05/2015 http://isnarohmatin.blogspot.com/2014/05/makalah-anti-monopoli-dan-persaingan.html

Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung’’http://www.scribd.com/doc/18545014/makalah-perlindungan-konsumen





MAKALAH TEORI-TEORI ETIKA

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Teori Etika menyediakan kerangka yang dapat digunakan untuk memastikan benar tidaknyakeputusan moral. Keputusan moral yang diambil bisa menjadi beralasan ( memiliki moralreasoning ) berdasarkan suatu Teori Etika . Namun sering terjadi benturan – benturan yang diakibatkan karena pada kenyataanya banyak terdapat teori etika, yang mengakibatkan penilaianberbeda – beda sebagai akibat dari tidak adanya kesepakatan oleh semua orang.
Teori Deontologi sering disebut sebagai etika kewajiban karena berpendapat bahwa tugas
merupakan moral dasar dan tidak tergantung pada konsekuensi yang ditimbulkan, yang terdiri
dari teori hak ( rights) Keadilan ( Justice ), perhatian ( care ), dan keutamaan (Virtue). Teori
Teleologi berpandangan bahwa suatu tindakan benar atau salah tergantung pada konsekuensi
yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Teori ini sering juga disebut dengan pendekatan
konsekuensialis. Teori Etika utlitiarianisme berakar dari teori Teleologi dan sering digunakan
untuk menilai kebijakan pemerintah dan komoditas public.


B.     RUMUSAN MASALAH
a)      Bagaimana para etikawan memberikan pendapat ketidaksamaan pandangan mengenai apakah etika bersifat absolut dan relative?
b)      Bagaimana hubungan antara usia dengan perkembangan moral anak manusia?
c)      Apa saja jenis teori etika, dan apa perbedaan antar teori etika?
d)     Bagaimana tantangan ke depan perkembangan etika sebagai ilmu?

C.    TUJUAN
Makalah ini dibuat agar pembaca dapat memahami tentang:
a)      Ketidaksamaan pandangan mengenai apakah etika bersifat absolut dan relative.
b)      Hubungan antara usia dengan perkembangan moral anak manusia
c)      Berbagai teori etika dan perbedaan antarteori etika yang ada.
d)     Tantangan ke depan perkembangan etika sebagai ilmu.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN TEORI  ETIKA
Untuk memahami apa itu etika sesungguhnya kita perlu membandingkannya dengan moralitas. Baik etika dan moralitas sering dipakai secara dipertukarkan dengan pengertian yang sering disamakan begitu saja.Ini sesungguhnya tidak sepenuhnya salah. Hanya saja perlu diingat bahwa etika bisa saja punya pengertian yang sama sekali berbeda dengan moralitas.
Sehubungan dengan itu,secara teoritis kita dapat membedakan dua pengertian etika—kendati dalam penggunaan praktis sering tidak mudah dibedakan. Pertama, etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Dalam pengertian ini etika berkatian dengan kebiasaan hidup yang baik,baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini berarti etika berkaitan dengan nilai nilai,tata cara hidup yang baik,aturan hidup yang baik,dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain secara turun menurun.
Yang menarik disini,dalam pengertian etika ini justru persis sama dengan pengertian moralitas. Moralitas berasal dari kata Latin (mos),yang dalam bentuk jamaknya adalah “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Jadi dalam pengertian pertama ini etika dan moralitas sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup dengan baik yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang berwujud pada pola perilaku dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana kebiasaan.
Kedua,etika juga dipahami dalam pengertian yang sekaligus berbeda dengan moralitas. Dalam pengertian kedua ini,etika mempunyai pengertian yang jauh lebih luas dari moralitas dan etika seperti pengertian yang pertama. Etika dalam pengertian kedua ini dimengerti sebagai filsafat moral,atau ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma yang diberikan oleh moralitas dan etika dalam pengertian pertama. Dengan demikian sebagaimana halnya moralitas,berisikan nilai dan norma-norma konkret yang menjadi pedoman dan pegangan hidup manusia dalam seluruh kehidupannya.
Sebaliknya dalam pengertian kedua ini yaitu sebagai filsafat moral tidak langsung memberi perintah konkret sebagai pegangan siap pakai dengan demikian dapat disimpulkan etika sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai (a) nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik;dan (b)masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma moral yang umum diterima.




Pengertian Etika Menurut Para Ahli
  1. Menurut Drs.O.P.Simorangkir : Etika atau etik dapat diartikan sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai baik.
  2. b. Menurut Maryani dan Ludiggo : Etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia,baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi.
  3. Menurut Drs.H.BurhannudinSalam : Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
  4. Menurut Brooks : Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan untuk menghindari permasalahan di dunia nyata.
B.     ETIKA ABSOLUT VERSUS ETIKA RELATIF
Sampai saat ini masih terjadi perdebatan dan perbedaan di antara para etikawan tentang apakah etika bersifat absolut atau relative.Para penganut paham etika absolut dengan berbagai argumentasi yang masuk akal meyakini bahwa ada prinsip-prinsip etika yang bersifat mutlak, berlaku universal kapanpun dan dimanapun.Sementara itu, para penganut etika relative dengan berbagai argumentasi yang juga tampak masuk akal membantah hal ini.Mereka justru menetapkan bahwa tidak ada prinsip atau nilai moral yang berlaku umum.Prinsip atau nilai moral yang ada dalam masyarakat berbeda-beda untuk masyarakat yang berbeda dan untuk situasi yang berbeda pula.
Untuk mendukung argumentasi para penganut etika relative dimana kebudayaan yang berbeda akan menghasilkan kode moral yang berbeda pula, Rachles (2004), memberikan contoh tentang keyakinan dua suku yang amat berbeda dalam perlakuan orang tua mereka saat meninggal dunia, yaitu suku Callatia yang memakan jenazah orang tua mereka, sedangkan orang-orang yunani membakar jenazah orang tua mereka.
Menyangkut dengan contoh dari etika relative tersebut Rachles dan Immanuel Kant yang juga pendukung teori absolut menyatakan bahwa, ada pokok teoretis yang umumnya dimana ada aturan-aturan moral tertentu yang dianut secara bersama-sama oleh semua masyarakat karena aturan itu penting untuk kelestarian masyarakat.Misalnya, aturan melawan kebohongan dan pembunuhan.Hanyalah dua contoh yang masih berlaku dalam semua kebudayaan yang tetap hidup, walaupun juga diakui bahwa dalam setiap aturan umum tentu saja ada pengecualianya.








C.    PERKEMBANGAN PERILAKU MORAL
Teori perkembangan moral banyak dibahas dalam ilmu psikologi, salah satu teori yang sangat berpengaruh dikemukakan oleh Kohlberg (dalam Atkinson et.al. 1996) dengan mengemukakan 3 tahap perkembangan moral dihubungkan dengan pertumbuhan (usia) anak.
Tahap-tahap perkembangan moral anak menurut Kohlberg.
Tingkat (Level)
Sublevel
Ciri menonjol
Tingkat I
(Preventional)
Usia <10 tahun
1.      Orientasi pada hukuman
Mematuhi peraturan untuk menghindari hukuman.
2.      Orientasi pada hadiah
Menyesuaikan diri untuk memperoleh hadiah atau pujian.
Tingkat II
(Conventional)
Usia 10-13 tahun
3.      Orientasi anak baik
Menyesuaikan diri untuk menghindari celaan orang lain.
4.      Orientasi otoritas
Mematuhi hukum dan peraturan social untuk menghindari kecaman dari otoritas dan perasaan bersalah karena tidak melakukan kewajiban
Tingkat III
(Postconventional)
Usia > 13 tahun
5.      Orientasi kontrak social
Tindakan yang dilaksanakan atas dasar prinsip yang disepakati bersama masyarakat, demi kehormatan diri
6.      Orientasi prinsip etika
Tindakan yang didasarkan atas prinsip etika yang diyakini diri sendiri untuk menghindari penghukuman diri.
















D.    JENIS-JENIS TEORI ETIKA
1.      Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme, yaitu egoisme psikologis dan egoisme etis.Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri.Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri. Yang membedakan tindakan berkutat diri (egoisme psikologis) dengan tindakan untuk kepentingan diri (egoisme etis) adalah pada akibatnya terhadap orang lain. Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.
2.      Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris utility yang berarti bermanfaat (Bertens, 2000).Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat, atau dengan istilah yang sangat terkenal “the greatest happiness of the greatest numbers”. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat.Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang banyak (kepentingan bersama, kepentingan masyarakat).
Paham utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut :
  1. Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan atau hasilnya).
  2. Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
  3. Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.

3.    Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Paham deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjadi pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan.Suatu perbuatan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik.Hasil baik tidak pernah menjadi alasan untuk membenarkan suatu tindakan, melainkan hanya kisah terkenal Robinhood yang merampok kekayaan orang-orang kaya dan hasilnya dibagikan kepada rakyat miskin.
      Konsep penting tentang paham deontologi (Kant):
1.      Konsep Imperative Hypothesis adalah perintah yang bersifat khusus yang harus diikuti jika seseorang punya keinginan yang relevan.
2.      Konsep Imperative Categories adalah kewajiban moral yang mewajibkan kita begitu saja tanpa syarat apapun
4.    Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena hak berkaitan dengan kewajiban. Malah bisa dikatakan, hak dan kewajiban bagaikan dua sisi dari uang logam yang sama. Dalam teori etika dulu diberi tekanan terbesar pada kewajiban, tapi sekarang kita mengalami keadaan sebaliknya, karena sekarang segi hak paling banyak ditonjolkan. Biarpun teori hak ini sebetulnya berakar dalam deontologi, namun sekarang ia mendapat suatu identitas tersendiri dan karena itu pantas dibahas tersendiri pula. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu teori hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.Teori hak sekarang begitu populer, karena dinilai cocok dengan penghargaan terhadap individu yang memiliki harkat tersendiri. Karena itu manusia individual siapapun tidak pernah boleh dikorbankan demi tercapainya suatu tujuan yang lain.
      Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas (Weiss,2006):
  1. Hak legal
Hak legal adalah hak yang didasarkan atas system/ yurisdiksi hokum suatu Negara, dimana sumber hokum tertinggi suatu negara adalah undang-undang dasar negara yang bersangkutan.
  1. Hak moral
Hak moral yaitu hak pribadi manusia secara individu, hak moral berkaitan dengan kepentingan indivisu sepanjang kepentingan individu itu tidak melanggar hak-hak orang lain.
  1. Hak kontraktual
Hak kontraktual yaitu hak yang mengikat individu-individu yang membuat kesepakatan/kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Menurut perumusan termasyur dari Immanuel Kant : yang sudah kita kenal sebagai orang yang meletakkan dasar filosofis untuk deontologi, manusia merupakan suatu tujuan pada dirinya (an end in itself). Karena itu manusia selalu harus dihormati sebagai suatu tujuan sendiri dan tidak pernah boleh diperlakukan semata-mata sebagai sarana demi tercapainya suatu tujuan lain.
5.      Teori Keutamaan (Virtue Theory)
Dalam teori-teori yang dibahas sebelumnya, baik buruknya perilaku manusia dipastikan berdasarkan suatu prinsip atau norma. Dalam konteks utilitarisme, suatu perbuatan adalah baik, jika membawa kesenangan sebesar-besarnya bagi jumlah orang terbanyak.Dalam rangka deontologi, suatu perbuatan adalah baik, jika sesuai dengan prinsip “jangan mencuri”, misalnya.Menurut teori hak, perbuatan adalah baik, jika sesuai dengan hak manusia.Teori-teori ini semua didasarkan atas prinsip (rule-based).
Disamping teori-teori ini, mungkin lagi suatu pendekatan lain yang tidak menyoroti perbuatan, tetapi memfokuskan pada seluruh manusia sebagai pelaku moral. Teori tipe terakhir ini adalah teori keutamaan (virtue) yang memandang sikap atau akhlak seseorang. Dalam etika dewasa ini terdapat minat khusus untuk teori keutamaan sebagai reaksi atas teori-teori etika sebelumnya yang terlalu berat sebelah dalam mengukur perbuatan dengan prinsip atau norma. Namun demikian, dalam sejarah etika teori keutamaan tidak merupakan sesuatu yang baru.Sebaliknya, teori ini mempunyai suatu tradisi lama yang sudah dimulai pada waktu filsafat Yunani kuno.
Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Kebijaksanaan, misalnya, merupakan suatu keutamaan yang membuat seseorang mengambil keputusan tepat dalam setiap situasi. Keadilan adalah keutamaan lain yang membuat seseorang selalu memberikan kepada sesama apa yang menjadi haknya. Kerendahan hati adalah keutamaan yang membuat seseorang tidak menonjolkan diri, sekalipun situasi mengizinkan.Suka bekerja keras adalah keutamaan yang membuat seseorang mengatasi kecenderungan spontan untuk bermalas-malasan.Ada banyak keutamaan semacam ini.Seseorang adalah orang yang baik jika memiliki keutamaan.Hidup yang baik adalah hidup menurut keutamaan (virtuous life).
Menurut pemikir Yunani (Aristoteles), hidup etis hanya mungkin dalam polis.Manusia adalah “makhluk politik”, dalam arti tidak bisa dilepaskan dari polis atau komunitasnya.Dalam etika bisnis, teori keutamaan belum banyak dimanfaatkan.Solomon membedakan keutamaan untuk pelaku bisnis individual dan keutamaan pada taraf perusahaan. Di samping itu ia berbicara lagi tentang keadilan sebagai keutamaan paling mendasar di bidang bisnis. Diantara keutamaan yang harus menandai pebisnis perorangan bisa disebut : kejujuran, fairness, kepercayaan dan keuletan. Keempat keutamaan ini berkaitan erat satu sama lain dan kadang-kadang malah ada tumpang tindih di antaranya. Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting yang harus dimiliki pelaku bisnis.Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran.Jika mitra bisnis ingin bertanya, pebisnis yang jujur selalu bersedia memberi keterangan.Tetapi suasana keterbukaan itu tidak berarti si pebisnis harus membuka segala kartunya.Sambil berbisnis, sering kita terlibat dalam negosiasi kadang-kadang malah negosiasi yang cukup keras dan posisi sesungguhnya atau titik tolak kita tidak perlu ditelanjangi bagi mitra bisnis.Garis perbatasan antara kejujuran dan ketidakjujuran tidak selalu bisa ditarik dengan tajam.
Ketiga keutamaan lain bisa dibicarakan dengan lebih singkat. Keutamaan kedua adalah fairness. Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang dan dengan “wajar” dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi. Insider trading adalah contoh mengenai cara berbisnis yang tidak fair. Dengan insider trading dimaksudkan menjual atau membeli saham berdasarkan informasi “dari dalam” yang tidak tersedia bagi umum. Bursa efek sebagai institusi justru mengandaikan semua orang yang bergiat disini mempunyai pengetahuan yang sama tentang keadaan perusahaan yang mereka jualbelikan sahamnya. Orang yang bergerak atas dasar informasi dari sumber tidak umum (jadi rahasia) tidak berlaku fair.
Kepercayaan (trust) juga merupakan keutamaan yang penting dalan konteks bisnis.Kepercayaan harus ditempatkan dalam relasi timbal balik. Ada beberapa cara untuk mengamankan kepercayaan. Salah satu cara adalah memberi garansi atau jaminan. Cara-cara itu bisa menunjang kepercayaan antara pebisnis, tetapi hal itu hanya ada gunanya bila akhirnya kepercayaan melekat pada si pebisnis itu sendiri.
6.      Teori Etika Teonom
Sebagaimana dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan akhir yang ingin dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan surgawi.Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat risten, yang mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah.Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan/perintah Allah sebagaimana dituangkan dalam kitab suci.
Sebagaimana teori etika yang memperkenalkan konsep kewajiban tak bersyarat diperlukan untuk mencapai tujuan tertinggi yang bersifat mutlak. Kelemahan teori etika Kant teletak pada pengabaian adanya tujuan mutlak, tujuan tertinggi yang harus dicapai umat manusia, walaupun ia memperkenalkan etika kewajiban mutlak. Moralitas dikatakan bersifat mutlak hanya bila moralitas itu dikatakan dengan tujuan tertinggi umat manusia.Segala sesuatu yang bersifat mutlak tidak dapat diperdebatkan dengan pendekatan rasional karena semua yang bersifat mutlak melampaui tingkat kecerdasan rasional yang dimiliki manusia.

E.     TEORI ETIKA DAN PARADIGMA HAKIKAT MANUSIA
Konsep tentang hakikat alam semesta dan hakikat manusia serta poko-pokok pikiran dari berbagai macam teori etika yang berkembang. Maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Tampaknya sampai saat ini telah muncul beragam paham atau teori etika dimana masing-masing teori mempunyai pendukung dan penentang yang cukup berpengaruh.
b.      Munculnya beragam teori etika karena adanya perbedaan paradigma, pola pikir, atau pemahaman tentang hakikat hidup sebagai manusia.
c.       Hampir semua teori etika yang ada didasarkan atas paradigma tidak utuh tentang hakikat manusia.
d.      Dilihat dari semua proses evolusi kesadaran diri, semua teori yang ada menjelaskan tahapan-tahapan moralitas sejalan dengan pertumbuhan tingkat kesadaran diri seseorang.
e.       Teori-teori yang tampak bagaikan potongan-potongan terpisah dapat dipadukan menjadi suatu teori tunggal berdasarkan paradigm hakikat manusia secara utuh.
f.       Inti dari etika manusia utuh adalah keseimbangan pada:
·         Kepentingan pribadi, kepentingan masyarakat, dan kepentingan tuhan.
·         Keseimbangan modal materi (PQ dan IQ), modal social (EQ), dan modal spiritual (SQ).
·         Kebahagiaan lahir (duniawi), kesejahteraan masyarakat, dan kebahagiaan batin (Surgawi).
·         Keseimbangan antara hak (Individu), dan kewajiaban kepada masyarakat dan Tuhan.



Teori etika dan paradigma hakikat manusia
No
Teori
Paradigma
Penalaran teori
Kriteria etis
Tujuan hidup
Hakikat manusia dan keceerdasan.
1
Egoisme
Tujuan dari tindakan
Memenuhi kepentingan pribadi
Kenikmatan duniawi secara indvidu
Hakikat tidak utuh
2
Utilitarianisme
Tujuan dari tindakan
Memberi manfaat/ kegunaan bagi banyak orang.
Kesejahteraan duniawai masyarakat.
Hakikat tidak utuh.
3
deontologi-Kant
Tindakan itu sendiri
Kewajiban mutlak setiap orang
Demi kewajiban itu sendiri
Hakikat tidak utuh
4
Teori hak
Tingkat kepatuhan terhadap HAM
Aturan tentang hak asasi manusia
Demi martabat kemanusiaan
Hakikat tidak utuh
5
Teori keutamaan
Disposisi karakter
Karakter posotif-negatif individu
Kebahagiaan duniawi dan mental/ psikologis
Hakikat tidak utuh
6
Teori teonom
Disposisi karakter dan tingkat keimanan
Karakter mulia dan mematuhi kitab suci agama masing-masing individu dan masyarakat
Kebahagiaan rohani (surgawi, akhirat, moksa, nirmala) mental dan duniawi
Hakikat utuh

Tantangan ke depan etika sebagai Ilmu.
Etika sebat telah dikenal sebagai filsafat telah dikenal sejak jaman masehi.Etika sebagai ajaran moral telah menjadi bagian tak terpisahkan dari semua agama sejak agama itu hadir.Namun sebagai ilmu, etika masih kalah mapan bila dibandiingkan dengan ilmu-ilmu lainya seperti ilmu fisika, ilmu ekonomi, dan lain-lain.
Perkembangan ilmu etika menjadi salah kaprah karena hanya dilandasi oleh hakikat manusia utuh- suatu paradigma tentang hakikat manusia yang hanya mengandalkan kekuatan pikiran untuk mencari kebenaran, mengejar makna hidup duniawi, dan melupakan potensi kekuatan spiritual, kekuatan tak terbatas, kekuatan Tuhan dalam diri manusia tersebut.
Ilmu etika ke depan hendaknya didasarkan atas paradigm manusia utuh, yaitu suatu pola piker yang mengutamakan intregasi dan keseimbangan pada:
a.       Pertumbuhan PQ, IQ,EQ, Dan SQ
b.      Keseimbangan individu, kepentingan masyarakat, dan kepentngan Tuhan.
c.       Keseimbangan tujuan lahiriah (duniawi) dengan tujuan rohaniah (spiritual)
Semua teori etika yang pada awal kemunculanya bagaikan potongan-potongan terpisah dan berdiri sendiri, ternyata dapat dipadukan karena sifatnya yang saling melengkapi. Inti dari hakikat manusia utuh adalah keseimbangan, yang bisa diringkas sebagai berikut:
a.       Keseimbangan antara hak (teori hak) dan kewajiban (teori deontology).
b.      Keseimbangan tujuan duniawy (teori teologi) dan rohani (teori teonom)
c.       Keseimbangan antara kepentingan individu (teori egoisme) dan kepentingan masyarakat (Teori utilitarianisme)
d.      Gabungan ketiga butir diatas kan menentukan karakter seseorang (teori keutamaan)
e.       Hidup adalah suatu proses evolusi kesadaran.
Teori-teori etika yang dapat dianalogikan dengan alur proses evaluasi kesadaran, yaitu hak (egoisme)-utilitaranisme-kewajiaban(deontology)-teonom-keutamaan(virtue).
















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Etika sebagai disiplin ilmu, berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai-nilai dan norma-norma dan perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik.Sebagai ilmu etika belum semapan ilmu fisika atau ilmu ekonomi. Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang menjelaskan suatu tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau prespektive yang berlainan. Dan beberapa jenis teori antara lain teori egoisme, utilitarianisme, deontology, teori hak, teori keutamaan, teori etika otonom. Sebagaimana dikatakan oleh Peschke S.V.D (2003), Berbagai teori etika muncul antara lain karena adanya perbedaan prespektif dan penafsiran tentang apa yang menjadi tujuan akhir hidup umat manusia, seperti teori Egoisme, Utilitarianisme, Deontologi, Teori Hak, Teori Keutamaan (Virtue), dan teori etika etonom. Disamping itu sifat teori dalam ilmu etika masih lebih banyak untuk menjelaskan sesuatu, belum sampai pada tahap untuk meramalkan, apalagi untuk mengontrol suatu tindakan atau perilaku.
Perkembangan ilmu etika menjadi salah kaprah karena hanya dilandasi oleh hakikat manusia utuh- suatu paradigma tentang hakikat manusia yang hanya mengandalkan kekuatan pikiran untuk mencari kebenaran, mengejar makna hidup duniawi, dan melupakan potensi kekuatan spiritual, kekuatan tak terbatas, kekuatan Tuhan dalam diri manusia tersebut. Semua teori etika yang pada awal kemunculanya bagaikan potongan-potongan terpisah dan berdiri sendiri, ternyata dapat dipadukan karena sifatnya yang saling melengkapi.Teori-teori etika yang dapat dianalogikan dengan alur proses evaluasi kesadaran, yaitu hak (egoisme)-utilitaranisme-kewajiaban(deontology)-teonom-keutamaan(virtue).










Daftar Pustaka

Agoes,Sukrisno, Ardana, I cenik. Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan membangun manusia seutuhnya. 2014. Jakarta : Salemba Empat