Total Pageviews

Saturday, April 16, 2016

Makalah PPn Dan PPnBm

MAKALAH PERPAJAKAN
PPN BARANG DAN JASA DAN PPNBM



 











Disusun oleh :
Risa Ristanti
Oni Monika
Imam Buchori



SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI – AAS SURAKARTA
TAHUN 2015



BAB 1
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG

Dalam peningkatan sumber  pembiayaan dalam negeri, pajak merupakan solusi untuk alternatif, pajak telah terbukti  menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 
Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada negara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak. Peralihan kekayaan tersebut membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Pandangan masyarakat seringkali pajak dianggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah  harus dipungut karena terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak. 
Dari sekian pajak yang dibebankan kepada masyarakat, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung kareana tidak langsung dibebankan kepda penanggung pajak. 
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau dalam memberikan jasa.
Tarif  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah dalam pelaksanaannya tidak ada penggolongan dengan tarif yang berbeda. Pengenaan PPN sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari PPN tersebut.


B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana kewajiban menyetor PPN ?
2.      Apa sajakah yang termasuk dalam objek PPN ?
3.      Bagaimana penyerahan  tidak terutang PPN tersebut ?
4.      Bagaimana pengertian tentang tempat terutang PPN ?
5.      Bagaimana cara menghitung PPN ?
6.      Bagaimana pengertian tentang pajak penjualan atas barang mewah ?
7.      Bagaimana penghitungan PPnBm ?



C.     TUJUAN
1.      Mengetahui bagaimana kewajiban dalam penyetoran PPN
2.      Mengetahui apasaja yang termasuk objek PPN
3.      Megetahui penyerahan tidak terutang dalam PPN
4.      Mengetahui penjabaran tentang tempat terutang PPN
5.      Mengetahui cara menghitung PPN
6.      Mengethui tentang Pajak penjualan atas barang mewah (PPNBM)
7.      Mengetahui cara penghitungan PPNBM




































BAB II
PEMBAHASAN


A.    KEWAJIBAN MENYETOR PPN
ü  Yang wajib membayar atau menyetor dan melapor PPN dan PPNBM :
1.      Pegusaha kena pajak (PKP)
2.      Pemungut PPN atau PPNBM adalah :
·         Kantor pelayanan pembendaharaan negara
·         Bendahara pemrintah pusat dan daerah
·         jendal bea dan cukai
ü  Yang  wajib disetor :
1.      Oleh PKP
·         PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan pajak masukan dan pajak keluaran , yang disetor adalah selisih pajak masukan dan pajak keluaran bila pajak masukan lebih kecil dari pajak keluaran
·         PPNBM yang dipungut oleh PKP pabrikan barang kena pajak yang tergolong mewah
·         PPN yang ditetapkan oleh dirjen pajak dalam SKPKB (Surat ketetapan pajak kurang bayar) , dan surat tagihan pajak (STP)
ü  Tempat Pembayaran/Penyetoran Pajak
·         Kantor Pos dan Giro
·         Bank Persepsi
ü  Saat Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM
·         PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
·         PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.
·         PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor.
·         PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:



o   Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
o   Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas Impor, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan PPN pajak.
·         PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.
ü  Saat Pelaporan PPN/PPnBM
·         PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
·         PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
·         PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan:



      1. Bendahara Pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
      2. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
·         Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
ü  Sarana Pembayaran/Penyetoran Pajak
·         Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang tersedia di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia.
·         Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/ PPn BM yang disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak (DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima pembayaran, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.

B.     OBJEK & SUBJEK PPN

Ø  OBJEK PPN

1.      Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
2.      Impor Barang Kena Pajak
3.      Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
4.      Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
5.      Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
6.      Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
7.      Kegiatan membangun sendiri tidak dalam lingkungan kegiatan/usaha
8.      Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan.

Ø  SUBJEK PAJAK
Subjek pajak PPN adalah Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang:
a.       Mempunyai omset > 600 juta setahun.
b.      Pengusaha yang menyerahkan (memperdagangkan) JKP/BKP.
c.       Barang berwujud berupa barang bergerak maupun tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenai pajak berdasarkan UU. JKP adalah setiap kegiatan pelayanan termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan petunjuk dari pemesanan yang dikenai pajak berdasarkan UU.
d.      Pengusaha kecil yang mendaftar atau mengukuhkan dirinya sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Contoh pengusaha kena pajak diantaranya:
a.       Pabrikan;
b.      Importir;
c.       Agen utama;
d.      Pedagang besar;
e.       Pengusaha jasa;
f.       Pemegang hak paten, merk dagang, hak cipta;
g.      Pedagang eceran atau pengusaha kecil.


C.     PENYERAHAN TIDAK TERUTANG PPN
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan barang kena pajak dan jasa kena pajak sehingga dikenai pajak pertambahaan nilai (PPN) kecuali, jenis barang dan jasa sebagaimana ditetapkan dalam pasal 4A UU NO.8 tahun 1983  tentang pajak pertambahaan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana telah beberapa kali di ubah terakir dengan UU NO.42 tahun 2009.


Barang Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai:

a.       Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
b.      Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c.       Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;
d.      Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

Jasa Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai:

a.       Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
b.      Jasa di bidang pelayanan sosial;
c.       Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
d.      Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
e.       Jasa di bidang keagamaan;
f.       Jasa di bidang pendidikan;
g.      Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
h.      Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
i.        Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
j.        Jasa di bidang tenaga kerja;
k.      Jasa di bidang perhotelan;
l.        Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.




D.    TEMPAT TERUTANG PPN
Orang pribadi hanya wajib melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat yang melakukan penyerahan BKP atau JKP . Apabila ditempat tinggalnya tidak terdapat penyerahan BKP atau JKP maka orang pribadi ini hanya wajib melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha yang melakukan penyerahan BKP atau JKP saja ( Penjelasan pasal 12 ayat 1 UU PPN) berdasarkan PER / 4/PJ/2010 ( berlaku sejak 1 april 2010) bagi PKP orang pribadi . PPN dan PPNBM terutang ditempat tinggal tidak sama dengan tempat kegiatan usahanya dikukuhkan dan terutang PPN dan PPNBM hanya ditempat kegiatan usahanya , sepanjang PKP tersebut tidak melakukan kegiatan usaha apapun ditempat tinggalnya ( pasal 1 ayat 1 dan pasal 2 PER /4/PJ/2010)

PKP badan wajib mendaftarkan diri baik ditempat kedudukan maupun ditempat kegiatan usaha karena bagi PKP badan dikedua tersebut dianggap melakukan penyerahan BKP atau JKP ( Penjelasan pasal 12 ayat 1UU PPN) Ketentuan bagi PKP badan yang memiliki lebih dari satu tempat kegioatan usaha yang terdaftar di satu wilayah krja KPP yang sama ada di UU PPN NO.42 tahun 2009 pasal 12 ayat 1
Contoh:
1)      PT ANDIN mempunyai 3 tempat melakukan kegiatan usaha yaitu dikota bintuhan ,bengkulu, dan manna yang ketiganya berada dibawah pelayanan satu kantor pelayanan pajak yaitu kantor pelayanan pajak pratama bengkulu ketiga tempat usaha tersebut melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak atau administrasi penjualan dan administrasi keuangan sehingga PT ANDIN terutang pajak di ketiga tempat atau kota itu.Dalam keadaan demikian PT ANDIN wajib memilih salah satu tempat kegiatan usaha untuk melaporkan usahannya guna dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak , misalnya tempat kegiatan usaha dibengkulu PT ANDIN yang bertempat kegiatan usaha di bengkulu ini bertanggung jawab untuk melaporan seluruh kegiatan usaha yang dilakukan oleh ke tiga tempat kegiatan usaha perusahaan tersebut . Dalam hal PT ANDIN menghendaki tempat usaha di bengkulu atau bintuhan ditetapkan sebagai tempat pajak terutang untuk seluruh kegiatan usahanya. PT ANDIN wajib memberitahukan kepada kepala KPP PRATAMA BENGKULU berdasarkan PER 4/PJ/2010 ( Berlaku sejak 1 april 2010) bagin PKP badan PPN dan PPNBM terutang ditempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha atau tempat lain ( tempat ini ditetapkan dengan keputusan dirjen pajak ( pasal 1 ayat 2 PER 4/PJ/2010)

DASAR HUKUM
a.       PASAL 12 UU NO 42 TAHUN 2009( Berlaku sejak 1 april 2010) tentang perubahan ke tiga atas UU NO.8 tahun 1983 tentang PPN barang dan jasa dan PPNBM
b.      PER 4/PJ/2010 ( berlaku sejak 1 april 2010 tentang tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha dilakukan sebagai tempat terutang PPN dan PPNBM.

E.     MENGHITUNG PPN
ü  Tarif Pajak Pertambahan Nilai
a.       Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
b.      Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen).
c.       Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).

ü  Dasar Pengenaan Pajak ( DPP)
Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, teridir dari :
1.      Harga Jual ( Untuk penyerahan Barang Kena Pajak )
2.      Nilai Penggantian ( Untuk penyerahan Jasa Kena Pajak )
3.      Nilai Impor ( Untuk penyerahan Barang Kena Pajak )
4.      Nilai Ekspor ( Untuk penyerahan Barang Kena Pajak )
5.      Nilai Lain
o   Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor
o   Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor
o   Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata
o   Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film
o   Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran
o   Untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar
o   Untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan
o   Untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;
o   Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
o   Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
ü  Cara Menghitung Pajak
  1. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UU PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak.
  2. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.
  3. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan.
  4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak.
  5. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
  6. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
  7. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
  8. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha yang dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dapat dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
  9. Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk:
§  Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
§  Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
§  Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
§  Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
§  Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana;
§  Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
§  Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
§  Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
§  Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
  1. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
ü  Contoh Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
1.      PKP “ANDIN” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp. 25.000.000
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
= 10% x Rp25.000.000= Rp2.500.000
PPN sebesar Rp2.500.000tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “ANDIN”.

2.      PKP “BERLIN” melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp20.000.000
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B”
= 10% x Rp. 20.000.000 = Rp 2.000.000
PPN sebesar Rp2.000.000tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.

3.      Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp15.000.000. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
= 10% x Rp15.000.000,00 = Rp 1.500.000,00

F.      PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

ü  PPnBM dikenakan terhadap :
1.      Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2.      Impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah

ü  Objek Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ( PPnBM )
  1. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :
§  Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat penerima siaran televisi.
§  Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga.
§  Kelompok mesin pengatur suhu udara.
§  Kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio.
§  Kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya.
  1. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah:
§  Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain yang disebut pada huruf a.
§  Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya.
§  Kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor antena, selain yang disebut pada huruf a.
§  Kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering, pesawat elektromagnetik dan instrumen music.
§  Kelompok wangi-wangian.
  1. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah:
§  Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.
§  Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut pada huruf a.
  1. Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah :
§  Kelompok minuman yang mengandung alcohol.
§  Kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan.
§  Kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool.
§  Kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu.
§  Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya;
§  Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, selain yang disebut pada huruf c, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.
§  Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
§  Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan Negara.
§  Kelompok jenis alas kaki.
§  Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor.
§  Kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau keramik.
§  Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu selain batu jalan atau batu tepi jalan.
  1. Kelompok Barang kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen), adalah:
§  Kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus.
§  Kelompok pesawat udara selain yang dimaksud pada huruf d, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga.
§  Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut pada huruf a dan huruf c.
§  Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.
  1. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :
§  Kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang disebut pada huruf d.
§  Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan/atau mutiara atau campuran daripadanya.
§  Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.
  1. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :
§  Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder.
§  Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.
  1. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah :
§  Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau dengan nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc.
§  Kendaraan bermotor dengan kabin ganda (double cabin), dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3 (tiga) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan semua kapasitas isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 (lima) ton.
  1. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, berupa:
§  Kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.
§  Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.
  1. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, berupa :
§  Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc sampai dengan 3000 cc.
§  Kendaraan bermotor dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 3000 cc.
§  Kendaraan bermotor dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc.
  1. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) adalah semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.
  2. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 60% (enam puluh persen), adalah:
§  Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai dengan 500 cc.
§  Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu.
  1. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :
§  Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc.
§  Kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel) berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc.
§  Kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc.
§  Trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.
  1. Kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah:
§  Kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan umum.
§  Kendaraan bermotor yang digunakan untuk tujuan protokoler kenegaraan.
§  Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang atau lebih termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder, yang digunakan untuk kendaraan dinas tni atau polri.
§  Kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli tni atau polri.


G.    MENGHITUNG PPNBM
ü  Contoh Perhitungan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
1.      Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%.
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:

o   Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000
o   PPN = 10% x Rp 5.000.000 = Rp500.000
o   PPn BM = 20% x Rp5.000.000= Rp1.000.000

2.      Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%. Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya. Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya, maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :

o   Dasar Pengenaan Pajak = Rp 50.000.000
o   PPN = 10% x Rp50.000.000 = Rp5.000.000
o   PPn BM = 35% x Rp50.000.000 = Rp17.500.000
PPN sebesar Rp500.000yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp5.000.000merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp1.000.000tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp17.500.000tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.













                                                                     
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Tarif PPN adalah 10% x Dasar Pengenaan Pajak (DPP). PPnBM merupakan pajak atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya atau impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. Objek PPnBM adalah penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pabrikan dan Impor BKP yang tergolong mewah. Pengenaannya hanya satu kali dengan tariff 10%-75%.



2 comments:

  1. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan secara resmi memperbarui aturan baru mengenai jenis Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96/PMK.03/2021. Selengkapnya di https://www.krishandsoftware.com/blog/945/daftar-barang-mewah-selain-kendaraan-yang-kena-ppnbm/

    ReplyDelete